“ACCEPTED dan Hak Pendidikan”


                Pendidikan adalah kebutuhan setiap orang, karena dengan pendidikan seseorang akan mampu meningkatkan derajatnya sebagai manusia dan memperbaiki kehidupannya. Namun Negara manapun pendidikan menghadapi banyak persoalan. Seperti model pendidikan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman atau model pendidikan yang diarahkan pada kepentingan kepentingan tertentu. Mungkin sudah menjadi seleksi alam bahwa setiap sector kehidupan penuh dengan masalah. Namun justru dengan masalah itulah manusia akan belajar dan menyempunakan dirinya. Termasuk masalah yang mendera dunia pendidikan.

                Jika pendidikan adalah hak asasi, maka setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. berhak disini berarti dia punya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan meskipun harus menghadapi serangkaian ujian dan seleksi untuk memperolehnya. Jika ia berhasil melewati ujian dan seleksi itu, maka ia telah memperoleh haknya untuk mendapat pendidikan. Lalu pertanyaannya, bagaimana keadaan orang orang yang tidak lolos ujian dan tidak lolos seleksi? Apakah mereka telah kehilangan hak nya?

                “ACCEPTED” berupaya menampilkan problematika diatas. Sekelompok pelajar yang baru lulus sekolah menengah atas namun gagal mendapatkan kursi perguruan tinggi. Mereka di tolak dimana mana. Penyebab utamanya karena selama di bangku SMA mereka tidak terlalu memikirkan pelajaran pelajaran sekolah,  mereka lebih mementingkan hobi dan bakatnya. Akhirnya ketika musim penerimaan mahasiswa baru, orangtua mereka kecewa karena anak anaknya tidak diterima di perguruan tinggi manapun di Amerika. Hal tersebut membuat mereka frustasi, sampai akhirnya salah seorang dari mereka mempunyi ide gila dengan membuat satu universitas gadungan untuk mengelabuhi orang tua mereka masing masing bahwa mereka diterima di bangku universitas. Mereka menggunakan gedung bekas rumah sakit jiwa sebagai gedung universitas.

                Film ini cukup menghibur karena menampilkan satu ide gila dari seorang pemuda frustasi namun memiliki daya imajinasi yang tinggi. Ia yakin bahwa system pendidikan saat ini membatasi kreativitas mahasiswa. Ia yakin bahwa kemajuan seseorang tidak harus ditentukan oleh kurikulum kurikulum satu paket yang telah disusun oleh para ahli pendidikan tapi kemajuan seseorang dapat dicapai jika ia mampu mengenali potensi dirinya, keinginan keinginannya, dan diberi kebebasan memilih model pembelajaran yang ia sukai. Di universitas gadungan inilah dia merealisasikan idenya ini. Seluruh pemuda lulusan SMA yang tidak diterima di universitas manapun di amerika ditampung di universitas gadungan ini. merekapun menuliskan keinginan keinginan, cita cita, dan harapan mereka di papan papan dan dinding dinding gedung. Merekapun menjadikan coretan coretas itu sebagai kurikulum universitas.

                Meskipun universitas gadungan ini telah memiliki gedung dan mahasiswa, namun diakhir cerita mereka mendapat banyak tuntutan. Diantaranya karena tidak adanya dosen tetap, tidak ada perpustakaan, laboratorium, kurikulum resmi, dan sebagainya. Merekapun mendapat tuntutan penipuan karena universitas ini berdiri tanpa dasar hukum. Tapi di pengadilan mereka mampu meyakinkan hakim dengan pendapat pendapat mereka. Akhirnya hakimpun memberikan universitas gadungan itu masa percobaan satu tahun untuk menjalankan proses pembelajaran. Sebuah keputusan yang tak terduga dari hakim.

                Terlepas dari kejadian kejadian yang nampaknya mustahil didunia nyata, film tersebut setidaknya menampilkan problematika nyata di dunia pendidikan.  film tersebut berlatar belakang amerika serikat yang kita tahu adalah Negara paling maju di dunia. Lalu bagaimana halnya dengan Indonesia dengan keadaan yang jauh dibawah amerika? Tentu problemny lebih banyak.

                Secara sederhana, setidaknya ada beberapa pertanyaan yang dapat kita ajukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan itu, yang pertama, apakah setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, jika jawabannya ya, pertanyaan selanjutnya apakah fasilitas yang ada mampu menampung setiap orang dalam memperoleh pendidikan? maka jawabannya tidak. Keterbatasan failitas itulah sebenarnya alasan kuat terbatasnya akses pendidikan bagi setiap orang. Jangankan di Indonesia, di amerika serikat saja permasalahan ini terjadi. Apakah keterbatasan fasilitas itu bukan merupakan suatu kebetulan akan tetapi sesuatu yang disengaja oleh para penguasa dan pengendali ekonomi dunia supaya mereka dapat mempertahankan hegemoni kekuasaan mereka atas sebagian besar penduduk dunia? Jawabanya bisa jadi memang begitu.

                Lalu apa yang bisa kita lakukan? Menurut saya pribadi salah satu usaha yang dapat kita  lakukan sebagai mahasiswa saat ini adalah mendorong diri kita yang cukup beruntung karena berhasil mendapatkan hak menempuh pendidikan itu untuk memanfaatkan kesempatan belajar ini dengan sebaik baiknya agar kelak setelah lulus kita mampu menduduki peran peran penting dalam pengaturan masyarakat dan pengambil kebijakan public, disamping mengasah pemikiran kritis dan progresif mahasiswa selama kuliah dengan aktif berorganisasi.

                Salam Akar!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman tes di Bank BRI

Tentang Organisasi: Sebuah Refleksi

Pengalaman Tes SKB CPNS Kemenkumham 2019