Dibalik Aksi HMI

Baru baru ini kita dihebohkan oleh berita di berbagai media tetang aksi yang dilakukan oleh kader kader HMI di berbagai daerah di Indonesia yang diwarnai kericuhan, pengrusakan, dan mengganggu ketertiban umum. Aksi tersebut diawali oleh pernyataan Saut Situmorang, wakil ketua KPK dalam sebuah tayangan televisis swasta 5 mei lalu yang menyebut bahwa HMI sebagai organisasi yang mencetak kader kader korup. Ia menyatakan “karakter integritas bangsa ini sangat rapuh. Orang yang baik di negara ini jadi jahat ketika dia sudah menjabat. Lihat saja tokoh tokoh politik, itu orang orang pintar. Orang orang cerdas... saya selalu bilang, kalau di HMI dia minimal ikut LK1, lulus itu dia anak mahasiswa pintar. Tapi begitu menjabat, dia jadi jahat, curang, ini karena apa? Karena saya bilang sistem belum jalan. Artinya apa? Adapun peraturan peraturan itu tidak pernah kita jalankan”. Sepintas kita melihat pernyataan pak saut tersebut seolah biasa dan sepele yang diucapkan oleh seseorang yang mengamati moral para pejabat dan politisi di negeri ini. Karena masyarakat sendiri tahu bagaimana moral dan watak pejabat kita yang korup dan masyarakat telah sering melihat para pejabat yang digiring ke jeruji besi karena korupsi. Namun ada satu kesalahan serius yang dilakukan oleh pak saut berkaitan dengan pernyataannya tersebut sehingga menimbulkan reaksi keras dari kader kader HMI yang merupakan pihak yang merasa disakiti oleh pernyataannya tersebut. Kesalahan pertama adalah beliau dengan jelas menyatakan dan menyebut secara langsung organisasi yang melahirkan kader kader korup yakni HMI. Pernyataannya tersebut tentu sangat menyakiti kader kader HMI sendiri mengingat HMI telah banyak menyumbangkankan pemikirannya untuk kemajuan bangsa melalui tokoh tokoh yang dilahirkannya. Pernyataannya tersebut jelas mencemari nama baik HMI sendiri secara organisasi dan kelembagaan, apalagi juga menyebut pola pengkaderan HMI yakni LK 1. Pernyataannya tersebut mendemosntrasikan citra HMI secara kelembagaan dan organisasi yang keberadaan, kaderisasi, dan kegiatannya patut dipertanyakan. Menurut hemat penulis, organisasi manapun yang dijadikan contoh sebagai organisasi korup tidak akan menerima jika organisasinya dikatakan demikian, termasuk HMI. Kesalahan kedua adalah beliau mengucapkan pernyataan tersebut didepan publik dalam posisi beliau sebagai pejabat publik. Sebagai seorang pejabat publik, ada aturan dan etika yang harus ditaati dan dijunjung tinggi ketika tampil dihadapan publik seperti tidak boleh menyatakan ungkapan ungkapan sarkaseme dan mengandung sara, juga ungkapan ungkapan diskriminatif dan menyakiti hati publik karena seorang pejabat publik hakikatnya adalah orang yang harus menjadi teladan dan mengayomi semua golongan. Pernyataan pak saut sudah jelas menyakiti hati publik karena menuduh salah satu organisasi besar di indonesia sebagai organisasi yang dekat dengan korupsi sehingga wajar dan dapat diterima jika pernyataannya ditentang keras oleh organisasi tersebut. Dalam kasus HMI ini, keberatan dan protes langsung disampaikan oleh PB HMI sendiri sebagai induk organisasi bahkan sampai melaporkannya ke Bareskrim POLRI sebagai kasus pencemaran nama baik. Sikap PB HMI tersebut diturunkan pada semua cabang dan komisariat HMI di berbagai daerah sebagai instruksi dan anjuran untuk melakukan sikap yang serupa. Protes dan keberatan yang disampaikan oleh HMI memang wajar sebagai pihak yang merasa disakiti dan dirugikan oleh pernyataan pak saut tersebut, namun kasusnya menjadi lain ketika protes dan keberatan dari HMI diwujudkan dalam bentuk bentuk demonstrasi yang berujung ricuh, pengrusakan fasilitas publik, dan mengganggu ketertiban umum. Beberapa aksi yang berujung demikian dapat dijumpai di Jakarta, Bandung, Medan, Pekan Baru, Indramayu, Makassar, Sorong, dan berbagai daerah lainnya di Indonesia. Salahsatu aksi yang mendapat sorotan publik ialah aksi demonstrasi di depan gedung KPK di Jakarta yang diikuti oleh pelemperan kaca jendela hingga pecah, pengrusakan papan nama, dan pencoretan gedung KPK dengan cat dan pilok. Aksi ini menimbulkan reaksi negatif dari sebagian masyarakat dan tidak mengundang simpati, terlebih aksi ini dilakukan oleh kelompok yang menyandang gelar intelektual yakni mahasiswa. Namun, penulis merasa, tidak adil jika akhirnya HMI sendiri secara organisasi dicap sebagai organisasi anarkis dan intelektualitasnya dipertanyakan. Karena aksi aksi serupa banyak dilakukan oleh organisasi organisasi lain selain HMI, sehingga perilaku vandalisme HMI tersebut merupakan watak elemen gerakan rakyat indonesia secara umum, yang dapat dijumpai di kalangan mahasiswa, buruh, pegawai, petani, bahkan pejabat negara sekalipun yang harus menjadi PR bersama bukan hanya PR bagi HMI semata. Karena sudah menjadi kebiasaan di indoneisa aksi aksi yang berbau anarkis dan vandalis justru menarik perhatian publik dibanding aksi aksi yang sopan dan taat aturan. Keberadaan HMI sebagai organisasi yang besar saat ini yang anggotanya telah tersebar di berbagai tempat di indonesia merupakan bukti bahwa HMI masih menyandang nama besar, setidaknya besar secara kelembagaan dan kerorganisasian. Penulis menyadari, HMI bukanlah organisasi sempurna bahkan banyak alumni alumni HMI yang akhirnya tersandung kasus hukum, namun HMI sama sekali tidak pernah mengajarkan para kadernya untuk berbuat curang dan menjadi seorang koruptor. Penulis tidak bertujuan untuk membela aksi vandalisme yang dilakukan oleh beberapa kader HMI dalam protes yang dilakukannya, namun mari kita merefleksikan kembali selain mengecam tindakan tersebut, kita harus sadar dan mafhum bahwa masih banyak PR besar yang harus kita benahi bersama sama, semua elemen harus bahu membahu untuk berperan dalam perbaikan kondisi negeri ini, masing masing pihak yakni pemerintah, masyarakat, dan mahasiswa harus menyadari peran dan tanggungjawabnya dalam membangun dan memajukan bangsa indonesia. Pemerintah sebagai representasi dari negara harus sadar akan posisi dan perannya sehingga ia akan bekerja dengan baik dan hati hati dalam menjalankan tugasnya, tidak menimbulkan kebencian dan kondisi tak harmonis di masyarakat, serta mendukung terciptanya situasi yang kondusif untuk pembangunan dan kemajuan. Kritik dan solusi harus bebas disampaikan oleh semua pihak tanpa harus dibatasi oleh kekuatan dan ketakutan apapun, dan sebisa mungkin dilakukan dengan cara cara yang masih berada dalam koridor kebebasan dan hukum, sehingga tidak akan adalagi pihak pihak yang merasa superior dan bertindak sewenang wenang, karena ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Teringat pada pernyataan salah seorang senior saya tentang HMI, “siapapun yang mengkritik HMI dan menganggap HMI sebagai organisasi yang bermasalah, saya tantang anda untuk masuk HMI dan silahkan benahi HMI, karena selama anda berkoar koar diluar tentang HMI dan tidak pernah masuk HMI, anda tidak akan bisa merubah HMI” Untuk kader kader HMI diseluruh indonesia, penulis mengajak mari kita merefleksikan kembali peran kita dalam pembangunan indoneisa, sampai sejauh mana karya yang telah kita buat sampai saat ini, jangan lagi kita silau akan kebesaran HMI di masa lalu, mari kita pelajari dan pegang marwah HMI untuk menciptakan insan akademis pencipta pengabdi yang bernafaskan islam yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT, mari kita turun kembali membenahi organisasi yang mulai kehilangan arah dan jati dirinya ini, jangan sampai HMI mati terkubur dalam pusaran kekuasaan.

Lutfi Ramdani
Kader HMI Komisariat FISIPOL Unsoed Purwokerto


Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/achazia/dibalik-aksi-hmi_5732871c5a7b61400f11ffda

Komentar

  1. Hidup Mahassiswa,Yakin Usaha Sampai
    #yakusa

    http://blog.binadarma.ac.id/babeyudi

    BalasHapus
  2. mantap mahasiswa ,teruskan

    #mantapjiwa

    http://blog.binadarma.ac.id/babeyudi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman tes di Bank BRI

Tentang Organisasi: Sebuah Refleksi

Pengalaman Tes SKB CPNS Kemenkumham 2019