Pesona Barat, konstruksi cantik, dan filsafat estetika


Apa itu cantik? apakah cantik berarti berkulit putih, berhidung mancung, bertubuh tinggi dan ramping? mendefinisikan kecantikan erat kaitannya dengan budaya yang hidup dan dominan di tengah  masyarakat.

Cantik adalah sesuatu yang relatif artinya ia selalu berubah mengikuti zaman. Dalam kajian poskolonial, tampilan fisik adalah salah satu senjata masyarakat Barat untuk menegaskan keunggulan mereka atas masyatakat non Barat. Penilaian atas penampilan fisik adalah sisa dari ideologi rasisme. Orang Belanda yang berkulit putih, berhidung mancung, dan bertubuh ramping dianggap lebih bagus dibanding orang Hindia yang berkulit coklat, berhidung agak pesek, dan berbadan pendek/ gemuk. Dari situ tumbuh perasaan rendah diri dihadapan orang Barat. Dari situ muncul standar bahwa menjadi cantik adalah menjadi seperti Barat.

Apakah hal tersebut berhenti setelah kolonialisme berakhir? nyatanya tidak. Konsep kecantikan ala Barat masih bertahan dalam sistem sosial masyarakat kita hingga hari ini. Hal itu dipertegas oleh industri hiburan, banyak artis perempuan papan atas yang memiliki darah Eropa atau Barat dan lebih laku di pasaran. Sebut saja Chelsea Islan, Pevita Pearce, Luna Maya, Kimberly Ryder, Cinta Laura, Natasha Willona, dll. Artis artis tersebut akhirnya menjadi standar kecantikan yang diikuti oleh perempuan Indonesia dan juga menjadi idola bagi laki laki. Artis artis itu juga menjadi bintang iklan berbagai produk kecantikan yang dijual ke masyarakat.

Dalam filsafat, kecantikan masuk dalam pembahasan filsafat estetika yang mempertanyakan hakikat keindahan. Kecantikan setidaknya memiliki dua dimensi, dimensi dalam atau inner beauty dan dimensi luar atau outer beauty. Dimensi dalam meliputi sifat, karakter, kecerdasan, kemandirian, kemampuan, dll. Dimensi luar meliputi kebersihan, kerapian, keseserasian, dll.

Namun hari ini, secara tak sadar sering kali kita berfokus pada outer beauty. Kita mungkin tidak mengakui itu secara langsung, tapi secara tak langsung hal tersebut tergambar pada sosok artis idola pilihan kita, sosok pasangan yang menjadi selera kita dan bentuk penampilan yang kita usahakan sehari hari.

Apa dampak dari hal tersebut? Kajian poskolonial menyebutnya sebagai cara Barat dalam mempertahankan keunggulan budayanya dihadapan masyarakat non Barat. Dampaknya adalah masyarakat non Barat akan selalu merasa rendah diri, terdominasi, kehilangan budaya dan jadi diri. Masyarakat non Barat menjadi sibuk dalam mengikuti dan meniru sistem nilai yang dimiliki Barat. Ironisnya, hal tersebut tidak akan pernah berhasil karena Barat tetaplah Barat, ia adalah "Pesona" yang tak bisa dicapai masyarakat non Barat.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman tes di Bank BRI

Tentang Organisasi: Sebuah Refleksi

Pengalaman Tes SKB CPNS Kemenkumham 2019