Mahasiswa dan Problematikanya



            Hari ini adalah hari pertama bagi mahasiswa baru FISIP UNSOED menjalani hari sebagai mahasiswa setelah melalui serangkaian kegiatan penerimaan mahasiswa baru yang dimulai pada tangal  22 agustus sampai 28 agustus lalu. Masa SMA telah selesai, kini masa yang baru telah dimulai. Dari akun media sosial dekan FISIP, tahun ini FISIP menerima mahasiswa baru sebanyak 467 orang mahasiswa. Dengan tambahan tersebut, jumlah total mahasiswa FISIP saat ini ialah 2.827 mahasiswa.
            FISIP adalah bagian dari Kampus Universitas Jenderal Soedirman atau biasa di singkat Unsoed. Unsoed yang berdiri tahun 1963, ialah kampus yang menurut pemeringkatan yang dilakukan oleh Dikti pada 2015 lalu berada pada peringkat ke 16 kampus terbaik di Indonesia, diatas Unnes, UPI, dan USU.  Di Indonesia sendiri menurut PDDIKTI, terdapat 4.446 Perguruan Tinggi dan 372 nya berstatus negeri. Hal tersebut merupakan sebuah kebanggaan bagi Unsoed dan masyarakat Banyumas pada khususnya, karena Unsoed menunjukan diri sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia.
            Seleksi yang diikuti untuk menjadi mahasiswapun tergolong sulit. Sebagai gambaran, pada tahun ini, jumlah total siswa yang mendaftar PTN melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN sebanyak 1.366.532 siswa namun yang diterima hanya sebanyak 249.804 orang. Artinya, hanya 18,2 persen saja siswa pendaftar yang terserap kedalam perguruan tinggi negeri melalui kedua jalur tersebut dan sisanya harus bersaing melalui jalur mandiri, melanjutkan ke perguruan tinggi swasta, atau bahkan menunggu hingga tahun depan. Hal ini juga menunjukan bahwa kesempatan untuk menjadi mahasiswa adalah kesempatan langka yang yang tidak mudah untuk diperoleh.
            Lantas, apa problematika yang dihadapi setelah memperoleh gelar mahasiswa? belajar dengan sebaik baiknya, supaya mendapat IPK yang tinggi, lulus cepat, lalu diterima di pasar kerja dengan gaji tinggi? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2014, di Indonesia ada 9,5 persen (688.660 orang) dari total pengangguran merupakan alumni perguruan tinggi. Fakta tersebut menyebabkan banyak orang tua yang gelisah dan berharap anaknya dapat belajar dengan baik selama di kampus supaya setelah lulus mampu memenangkan persaingan di pasar kerja. Apalagi biaya kuliah dan biaya hidup yang mahal selama kuliah membuat orang tua mengorbankan banyak biaya sehingga biaya tersebut harus diganti dengan kesuksesan yang didapat di masa depan.
            Salah seorang tokoh pendidikan asal Brazil, Paulo Freire, mengatakan bahwa kesadaran seorang manusia terbagi pada tiga katagori. Kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Kesadaran magis ialah keyakinan bahwa apa yang menimpa pada diri pribadi ialah takdir Tuhan yang tak bisa diubah. Kesadaran Naif berarti apa yang terjadi pada diri pribadi ialah akibat kesalahan diri sendiri. Sedangkan kesadaran kritis ialah apa yang terjadi pada diri pribadi bukan karena takdir Tuhan yang tak bisa diubah, juga bukan karena kesalahan diri sendiri, tapi karena ada suatu sistem yang salah yang berdampak besar terhadap diri masing masing individu. Sistem tersebut dapat berupa sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat, termasuk didalamnya agama dan politik.
            Kalau kita implementasikan teori dari Faulo Freire tersebut pada konteks asumsi tentang mahasiswa dan pasar kerja diatas, maka yang berperan dalam memperoleh kesuksesan bagi diri kita adalah kita sendiri. Freire menyebut itu sebagai kesadaran naif. mengapa? Freire mencontohkan bahwa selama ini negara negara dunia ke 3 tidak mampu untuk bangkit dan mengejar ketertinggalan dari negara negara maju karena menganut pandangan kesadaran naif tersebut. Problematika di negara negara dunia ketiga atau dunia berkembang bukan permasalahan individu seperti kemalasan, disiplin rendah, tidak cakap, ceroboh, dan lain sebagainya. Tetapi permasalahan sistem sosial budaya yang tidak adil dan mementingkan kelompok kaya dan penguasa. Sistem sosial dan politik yang dianut merupakan ranah sosial budaya yang berperan penting dalam menentukan kondisi yang terjadi pada diri individu. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa, kemiskinan, bukanlah disebabkan oleh kemalasan atau kesalahan individu, melainkan oleh kesalahan sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat tersebut. Contoh sederhana misalnya, para pedagang dan petani yang bekerja keras dari pagi sampai malam hari, namun penghasilannya tetap tak mampu mencukupi kebutuhannya sehari hari.
            Data BPS pada 2016 menunjukan bahwa kemiskinan di indonesia sebesar 29 juta orang sedangkan menurut Bank Dunia sebesar hampir 50 juta orang. Perbedaan jumlah tersebut disebabkan oleh perbedaan parameter kemiskinan yang digunakan oleh kedua lembaga tersebut.
            Demokrasi, hak asasi, korupsi, represifitas, transparansi,  keadilan, kepastian hukum, dan kebijakan pemerintah, adalah bagian dari permasalahan sistem yang ada. Sebagai mahasiswa apa yang akan kita lakukan? memperbaiki diri sendiri atau memperbaiki sistem yang ada? atau memperbaiki keduanya?


 Kemensospol BEM FISIP



           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman tes di Bank BRI

Tentang Organisasi: Sebuah Refleksi

Pengalaman Tes SKB CPNS Kemenkumham 2019