Islam dan Mazhab Pemikiran
Disarikan dari pemikiran Ali Syariati*
Tanpa kita sadari, setiap manusia pasti memiliki
satu kecenderungan tertentu entah dalam perbuatan maupun pemikiran.
Kecenderungan tersebut selanjutnya menjadi ciri khas orang tersebut, orang
menyebutnya sebagai sifat atau karakter. Sifat atau karakter bukan hanya
terdapat pada manusia, melainkan dapat pula terdapat dalam sebuah ide, gagasan,
kepercayaan, filsafat, maupun agama. Islam misalnya, juga memiliki karakter
atau sifat tertentu yang dalam segenap sistem keyakinan dan tata aturannya
memiliki kecenderungan mengarah pada sesuatu yang menjadi tujuan akhirnya.
Selanjutnya, bagaimana memahami islam secara utuh yang mampu mengatasi segenap
permasalahan manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat sehingga
tujuan akhirnya tersebut dapat tercapai? Islam harus dipahami sebagai suatu
mazhab pemikiran.
Bagaimana menguraikan mazhab
pemikiran ini? Gaston Bachelard – salah
seorang pemikir besar abad ini yang
dapat disejajarkan dengan Descartes dan Plato – meyakini bahwa manakala suatu
gagasan dapat dikonseptualisasikan dalam bentuk geometris, ia telah menemukan
bahasanya yang tepat guna mengekspresikan dan menjelaskan dirinya sendiri.
Gagasan mazhab pemikiran inipun selanjutnya akan dikonseptualisasikan kedalam
bentuk geometris.
Sebelum menguraikan lebih lanjut,
kita harus mampu membedakan antara seorang Cendekiawan dengan cendekiawan. Ada
perbedaan besar antara pengetahuan yang telah dipahami dengan pengetahuan yang
baru saja dipelajari. Ada kemungkinan seseorang banyak mengetahui tentang
sebuah buku, pemikiran tokoh terkenal, tetapi tidak memahami orang, buku, atau
pemikiran tokoh terkenal tersebut. Ada sebagian cendekiawan muslim yang
memahami islam dan ada sebagian lagi cendekiawan muslim, yang banyak
sesungguhnya, yang hanya belajar tentang islam. Begitu juga ada sebagian orang
yang memahami islam dengan baik sekali, tetapi tidak dipandang sebagai
cendekiawan muslim.
Perbedaan tersebut dapat dijumpai
misalnya dalam dunia musik. Seorang penggemar musik Iwan Fals misalnya,
mengetahui berapa banyak lagu lagu Iwan Fals, tema tema apa saja yang diangkat
dapat lagu lagunya, bagaimana kehidupan pribadinya, siapa saja orang orang yang
berperan penting dalam karirnya, bagaimana latar belakang keluarganya, apa saja
kegiatan keseharianya, dan lain sebagainya. Akan tetapi ia sama sekali tidak
memahami Iwan Fals. Memahami Iwan Fals adalah soal lain lagi. Sang fans ini
tidak memiliki simpati filosofis, spiritual dan intelektual dengan Iwan Fals.
Sang fans tidak bisa menangkap kedalam jiwa Iwan Fals. Dengan demikian,
memahami Iwan Fals berbeda dari mempelajari segala sesuatu tentang Iwan Fals.
Begitupula mempelajari suatu mazhab
pemikiran. Memahami suatu mazhab pemikiran tidaklah sama dengan memiliki
informasi teknis dan terperinci tentangnya. Ia harus mempunyai perasaan tentang
orientasi mahzab pemikiran ini, memahaminya sebagai suatu keseluruhan dan bukan
sekedar memahami bagian bagiannya. Memahami berarti mempunyai perasaan mendalam
terhadap suatu agama atau ideologi, menemukan spirit dalam makna yang
tersembunyi dalam sebuah gagasan.
Inipulalah yang dimaksud dengan
memahami islam sebagai mazhab pemikiran bukan sebagai kebudayaan. Islam tentu
memiliki seperangkat atribut kebudayaan yang dapat dipelajari dan dikaji
seperti ilmu ilmu islam, hukum hukum islam, seni islam, sastra islam, dan
sebagainya. Namun memahami islam harus lebih dari sekedar memahami aspek aspek
kebudayaan islam sebagaimana yang diajarkan disekolah sekolah.
Sebuah contoh, mazhab kesusastraan
prancis abad 19 dan 20 terbentuk di kedai kedai, bukan di ruang ruang kelas Universitas
Sorbonne. Rakyat Perancis memulainya dari massa yang punya kejeniusan,
perasaan, makna gerakan, antusiasme, serta keberanian menciptakan mazhab baru dalam
musik, seni lukis, kesusasteraan, dan puisi. Lalu sastra dan seni rakyat
tersebut menyebar sampai pada orang orang terdidik di Universitas. Pada
awalnya, mereka menolak sastra dan seni rakyat tersebut karena dianggap
rendahan, merusak, dan tidak bermutu. Namun pada akhirnya, melalui pergulatan
pemikiran dan determinisme logika mazhab baru bikinan rakyat tersebut akhirnya
diterima di universitas. Para kaum terdidik itupun dengan bangga memperkenalkan
seni dan sastra baru yang sebelumnya dikutuk. Namun, pada dasarnya, mereka
hanya mempelajari saja. Memahaminya secara mendalam terdapat dalam jiwa rakyat.
Contoh lain gagasan mengenai
kemerdekaan indonesia. Ide tentang hidup bebas dari penderitaan hakikatnya
bukanlah lahir dari sekolah sekolah maupun universitas universitas. Ide
tersebut lahir dari penderitaan dan keluh kesah rakyat terjajah yang sengsara
dan tertindas. Rakyatlah yang lebih memahami hakikat penderitaan dan keinginan
untuk hidup bebas. Selanjutnya kaum terdidik dari universitas mempelajari dan
mampu menguraikan mengenai definisi kemerdekaan, penjajahan, kesengsaraan, dan
kolonialisme. Dengan bangga mereka meneriakan pekik kemerdekaan.
Dengan demikian, ada dua jenis untuk
memahami atau mengetahui. Jenis pertama terdapa pada orang orang yang mengklaim
cendekiawan yang mengambil spesialisasi dalam bidang bidang ilmu dan gagasan
tertentu. Mereka mempelajari dan menelaahnya. Dan mereka juga adalah lulusan
universitas. Dan jenis lainnya nampak pada orang orang yang boleh jadi, bukan
merupakan ahli ahli dari suatu pemikiran tertentu, tetapi mereka merasakannya.
Mereka merasakannya dan dengan demikiran memahaminya secara lebih baik
dibanding kelompok pertama. Sebab, kelompok kedua ini mengetahui “spirit” dan
“orientasi” mazhab atau gerakan itu dan bukan sekedar menegatuinya secara
ilmiah.
Dengan demikian ada perbedaan
mendasar antar memahami islam sebagai kebudayaan dengan islam sebagai ideologi.
Islam sebagai kebudayaan ialah sekumpulan pemikiran teologis, interpretatif,
historis, dan kata kata yang digabungkan bersama sama guna membentuk apa yang
dikenal dengan ilmu ilmu islam dan masing masing punya bidang spesialisasinya
sendiri. Yang dilakukan orang adalah mempelajari, memperoleh pengetahuan
teknis, dan menjadi seorang ahli dalam suatu bidang.
Sebaliknya, islam sebagai ideologi
bukanlah spesialisasi ilmiah, melainkan perasaan yang dimiliki seseorang
berkenaan dengan mazhab pemikiran sebagai satu sistem keyakinan dan bukan suatu
sistem kebudayaan. Ini berarti memahami islam sebagai sebuah ide bukan sebagai
sekumpulan ilmu. Ini berarti memahami islam sebagai sebuah gerakan kemanusiaan,
historis, dan intelektual, bukan sebagai gudang informasi teknis dan ilmiah.
Dan akhirnya, ini juga memahami islam sebagai ideologi dalam pikiran seorang
intelektual dan bukan sebagai ilmu ilmu agama kuno dalam pikiran seorang ahli
agama. Pertanyaan selanjutnya, perama, apa mazhab pemikiran atau doktrin itu?
Kedua. Apa makna islam sebagai mazhab pemikiran?
Mazhab pemikiran adalah sekumpulan
konsep filosofis, keyakinan keagamaan, nilai nilai etika dan metode praktis
yang harmonis yang lewat hubungan rasional melahirkan suatu kesatuan yang
dinamis, bermakna, terarah, dan terpadu yang hidup dan semua bagiannya dijiwai
oleh spirit atau ruh.
Seorang ahli dapat memiliki mazhab
pemikiran ataupun tidak. Seseorang yang memiliki mazhab pemikiran, maka kita
bisa menduga pandangan pandangannya tentang segala hal. Misalnya, jika dia
seorang fisikawan, maka kita bisa menduga pandangan pandangannya tentang
ekonomi dan politik, sebelum dia mengatakan langsung apa yang ada dalam
fikirannya. Mengapa? Sebab semua pandangan tentang ekonomi, agama, filsafat,
dan seni serta sastra kepada seseorang yang percaya pada mazhab pemikiran
tertentu memiliki hubungan sebab akibat satu sama lain.
Jika kita bertemu dengan seorang
fisikawan fasis misalnya. Dalam sudut pandang psikologi ia percaya pada
psiokologi rasisme dan diskriminasi rasial. Dari sudut pandang politik, ia
percaya pada ultranasionalisme dan realisme, dan dari sudut pandang sosial ia
percaya pada otentisitas keluarga. Begitupula jika kita bertemu dengan seorang
dokter marxist misalnya. Dalam sudut pandang psikologi ia percaya pada
psikologi konflik. Dari sudut pandang politik, ia percaya pada pemerintahan
buruh dan demokrasi rakyat, dan dari sudut pandang sosial ia percaya pada
masyarakat tanpa kelas. Karena ia
memiliki mazhab pemikiran, maka keyakinan keyakinan politik, ekonomi, dan
sastra berjalan secara harmonis, selaras dan terpadu. Semua ini melahirkan satu
bentuk umum dan bentuk ini disebut “mazhab pemikiran” atau “mazhab ideologi”
Sebaliknya, jika si fisikawan atau
si dokter tadi tidak memiliki mazhab pemikiran apa orientasinya? Kita tidak
tahu. Bagaimana pandangannya tentang ekonomi, politik, dan dunia sosial? Apakah
pendapatnya bergerak ke kiri atau ke kanan? Kita harus menanyainya. Orang
seperti ini membahas berbagai masalah dari berbagai sisi. Dan boleh jadi dalam
membahas beberapa permasalahan ia memiliki kesimpulan yang berbeda, karena
menggunakan pendekatan yang berbeda pula, lantaran ia tidak punya suatu mazhab
pemikiran. Seseorang yang mempunyai mazhab pemikiran, semua permasalahan
kehidupan, ideologi, sastra, seni, sejarah, dan apa saja. Kesimpulan dari
setiap masalah berjalan selaras dan harmonis dengan ideologi dan keyakinan
keyakinanya.
Mazhab pemikiran ialah seperti
galaksi dimana setiap perasaan individu, perilaku sosial, karakter etika, dan
khususnya, gagasan filosofis, keagamaan dan sosial seseorang masing masing
laksana sebuah planet yang mengelilingi matahari dalam suatu gugus galaksi yang
seirama dan bermakna, sebuah galaksi yang bergerak dalam satu arah dan selaras
dalam gerakan. Inilah gambaran mental seseorang yang memiliki mazhab ideologi
atau mazhab pemikiran. Inilah mazhab pemikiran yang menciptakan gerakan,
membangun dan melahirkan kekuatan sosial, memberi misi, komitmen, dan tanggung
jawab kepada seseorang.
Semenjak islam berubah dari “mazhab
pemikiran” menjadi “pengetahuan kultural” dan “kumpulan ilmu agama” islam telah
kehilangan kemampuan dan kekuatannya menciptakan gerakan, komitmen, tanggung
jawab, dan kesadaran sosial. Ia terpasung dan tak punya pengaruh apapun
terhadap masyarakat manusia.
Lalu kita akan membedah apa itu
mazhab pemikiran? Melalui bentuk geometri mazhab pemikiran dapat diuraiakn
kedalam tiga unsur. Pertama pandangan dunia, kedua pandangan tentang manusia,
ketiga pandangan tentang sejarah dan masyarakat. Pandangan dunia menjadi dasar
bagi pandangan terhadap manusia dan sejarah masyarakat. Mazhab pemikiran juga
merupakan infrastruktur yakni sistem keyakinaan yang memiliki hubungan kausal
atau sebab akibat dengan suprastruktur. Suprastruktur adalah gagasan gagasan
atau efek efek yang dikembangkan lewat tiga pilar yang membentuk “ideologi” dan
mempunyai pijakan dalam infrastruktur suatu sistem keyakinan.
Setiap mazhab ideologi pasti
memiliki infrastruktur atau sistem penopang dasar yang darinya semua gagasan
berkembang. Infastruktur ini berupa pandangan dunia yang dimiliki oleh setiap
mazhab pemikiran, apakah itu berorientasi ketuhanan, bercorak materialistis,
naturalistis, idealistis, fasis, marxis, dan sebagainya. Seseorang yang tidak
memiliki pandangan dunia adalah seperti seseorang yang memiliki banyak bahan
bangunan untuk membuat rumah tetapi ia tidak memiliki rancangan atau desain bangunan
rumah tersebut. Bahan bangunan berupa pasir, bata, dan semen hanya menumpuk dan
tak berguna.
Ilmu, seni, kesusastraan, filsafat,
industri, umat manusia, kehidupan, etika, negara, ekonomi, politik, sosial,
budaya, dan bahkan eksistensi itu sendiri bakal menemukan makna, spirit, dan
orientasi manakala dipijakkan diatas akidah dan sistem ideologi suatu mazhab
pemikiran. Yang demikian itu hanya mungkin dilakukan bila semuanya bertumpu
diatas pandangan dunia dan bila ditafsirkan dengan tolak ukurnya.
Apa itu pandangan dunia? Pandangan
dunia ialah pemahaman yang dimiliki seseorang tentang “wujud” atau
“eksistensi”. Perbedaan pandangan antara penyair Hafizh dan Umar Khayyam misalnya.
Khayyam mengatakan : “karena belum pernah ada seorangpun kembali dari dunia
lain dengan membawa berita tentang dunia itu (pandangan dunianya) kita harus
menikmati masa kini (ideologinya)”. Hafizh mengatakan :”karena nasib kita telah
ditentukan sebelum kita ada (pandangan dunianya), jika tidak sesuai dengan
kemauan kita, janganlah mengeluh (ideologinya)”. Karl Marx juga mengatakan : ”agama
adalah realisasi suprarasional dari
nasib manusia, sebab nasib manusia tidak mempunyai eksistensi nyata (pandangan
dunianya). Konsekuansinya, memerangi agama, berarti memerangi dunia yang
didalamnya agama adalah esensi spiritual, agama adalah keluh kesah dari wujud
yang tidak berdaya, hati dari dunia yang tak berhati, semangat dari mahluk yang
tak bersemangat, ia adalah candu bagi masyarakat (ideologinya). Adolf Hitler
mengatakan : “tujuan tertinggi sebuah negara folkish adalah perhatian untuk
melanggengkan elemen elemen ras asal (pandangan dunianya) yang melimpahkan
budaya dan menciptakan kecantikan dan martabat sebuah umat manusia yang lebih
tinggi. Kita sebagai bangsa arya dapat memahami sebuah negara sebagai organisme
hidup, sebuah kebangsaan yang tidak hanya memastikan pelanggengan kebangsaan,
melainkan juga dengan perkembangan pada kemampuan kemampuan spiritual dan
idealnya membawa pada kebebasan tertinggi (ideologinya). Jadi ideologi
berkembang dari konteks menyeluruh suatu pandangan dunia dan keduanya ini
memiliki sebab akibat.
Berdasarkan pandangan dunia inilah
seseorang dapat mengatakan: “jalan hidupku mesti begini dan begitu. Aku mesti
mengerjakan ini dan itu”` ini menjelaskan makna kehidupan, mesyarakat, etika,
keindahan dan kejelekan, kebenaran dan kebatilan. Inilah makna memiliki
ideologi agama. Maka Idealisme Hegel, Materialisme Dialektik Marx,
Eksistensialisme Heiddeger, Jaspers dan Sarte, Absurditas Kesia Siaan Albert
Camus dan Beckett, Agama Katolik/ Islam, Taoisme Lao Tsu, Karma Hinduisme,
Kesengsaraan dan Nirvana Buddha, Kesatuan Wujud Al Hallaj, Rasisime Hitler,
Evolusionisme Darwin, Determinisme Pesimistis Khayyam, Schopenhauer dan
Matternich, semuanya adalah pandangan dunia.
Pandangan terhadap manusiapun akan
mengikuti pandangan dunia diatas. Masing masing akan mendefinisikan manusia
dengan kata kata sifat semisal: pencipta ideal, mahluk rasional, ekonomis,
pembuat alat, bebas, pembuat keputusan, tidak punya substansi, ragu ragu,
berprasangka, mirip tuhan, natural, sosial, pencipta kebudayaan, beradab,
sadar, dan sebagainya. Begitupula pandangan terhadap sejarah dan masyarakat. Sejarah dipahami
sebagai konsep, kebenaran, gerakan, dan tujuan yang sebagaimana dipahami oleh
para filosof dan para nabi. Ia melihat sejarah sebagai suatu realitas tunggal
yang mempunyai makna khusus yang memiliki orientasinya sendiri sebagaimana
dipahami dan diuraikan oleh Ibnu Khaldun, Virgo, Hegel, Marx, Emerson dan
Tonybee bukan sejarah dalam artian rantai peristiwa sebagaimana yang diuraikan
oleh Herodotus, Gibbon, Thabari, Dan Bayhaqi. Begitupun pandangan tentang
masyarakat atau sosiologi yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi harus
dimaksudkan sebagai mazhab pemikiran dan bukan sebagai ilmu seperti yang
dijelaskan oleh profesor sosiologi di universitas.
Dengan demikian, pandangan dunia,
manusia, dan sejarah masyarakat membentuk suatu mazhab pemikiran. Ketiganya
berasal dari suatu pandangan dunia dan mempunyai suatu hubungan sebab akibat
yang logis dengannya. Inilah ketiga tiang yang menegakkan suatu mazhab
pemikiran, yang pondasinya adalah pandangan dunia. Segenap suprastruktur
ideologi dibangun diatasnya. Yang demikian itu laksana seseorang yang mengemban
amanat untuk seseorang. Setiap orang yang telah mencapai tahap “kesadaran”, dan
merasakan dalam dirinya beban misi bagi kemanusiaan, akan mendapati dirinya
seperti atlas yang memanggul dunia diatas pundaknya.
Islam harus ditempatkan sebagai
mazhab ideologi. Segenap suprastruktur kebudayaan mesti berlandaskan pada
pandangan hidup islam. Islam menolak materialisme, idealisme, eksistensialisme,
marxisme, dan paham paha lainnya. Pandangan dunia islam didasarkan kepada
tauhid, keesaan tuhan, keyakinan akan adanya hari akhirat dan pertanggung
jawaban kehidupan setelah mati. Pandangan dunia ini harus melahirkan ideologi
kemanusiaan yang anti penindasan, anti pemerasan, anti perbudakan, anti
eksploitasi, dan anti penjajahan. Pandangan dunia tersebut juga harus
melahirkan pemahaman untuk membentuk masyarakat yang adil, sejahtera, dan
selamat. Untuk mewujudkan hal tersebut, segenap atribut kebudayaan mesti
mengabdi dan diarahkan pada pada cita cita tersebut. Segenap kehidupan ekonomi,
politik, sosial, budaya, media, teknologi, seni, sastra, sekolah, universitas,
dan sebagainya mesti dipahami dan diselaraskan dengan mazhab pemikiran dan
pandangan dunia Islam. Islam tidak mengenal seni untuk seni, ilmu untuk ilmu,
ekonomi untuk ekonomi, politik untuk politik, akan tetapi seni untuk
kemanusiaan, ilmu untuk kemanusiaan, ekonomi untuk kemanusiaan, dan politik
untuk kemanusiaan. Karena, jika semua aspek kehidupan tersebut dibiarkan
berjalan sendiri dan tidak diarahkan untuk suatu tujuan kemanusiaan dalam
pandangan dunia islam, maka aspek aspek kehidupan tersebut akan diamanfaatkan
untuk memenuhi dan memuaskan hasrat golongan tertentu.
Dengan demikian misi kenabian akan tetap kekal
sampai akhir zaman.
*)
Ali Syariati. Islam, Mazhab Pemikiran, Dan Aksi. 1995. Penerbit Mizan: Bandung
Ali
Syariati. Kritik Islam Atas Marxisme. 1996. Penerbit Mizan: Bandung.
Ditulis
oleh
Amir
Achazia
Kader
HMI Fisipol Unsoed
Mahasiswa
Sosiologi
Komentar
Posting Komentar