Tentang Organisasi: Sebuah Refleksi
Tidak
terasa keberadaanku di kampus sudah memasuki pertengahan kuliah. Aku dan kawan
kawan angkatanku yang lain sudah memasuki semester 5 artinya jika dilihat dari
waktu normal kuliah jika lulus semester 8 maka kita sedang berada di
pertengahan kuliah. Aku ingin sedikit berbagi tentang pengalamanku selama dua
tahun ini khususnya tentang organisasi. Selama ini organisasi dianggap sebagai
ruang bagi mahasiswa untuk mencari pengetahuan di luar kelas dan menambah
pengalaman selama di kampus, dan tak lupa juga, organisasi juga menjadi wadah
untuk memperbanyak teman dan memperluas jaringan kita selama kuliah. Dinamika
organisasi yang aku lalui cukup memberikan banyak pelajaran, sehingga aku
merasa aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu pas masih SMA, aku rasa, kawan
kawanlain yang ikut organisasipun merasakan hal yang sama. Aku sebagai seorang
yang dikatakan sosiolog karena sedang mempelajari sosiologi, ingin sedikit
mengamati perilaku organisasi yang pernah aku ikuti dari DBS, Rhizome, FMN,
HMI, BEM FISIP, sampai Soedirman Melawan.
Duta
Baca Soedirman
Di
organisasi pertama yang akan aku ceritakan yakni organisasi Duta Baca Soedirman.
Ini adalah organisasi sosial pendidikan di unsoed yang bertujuan untuk
menyebarkan minat baca pada anak anak di Indonesia. Pengurus DBS, singkatan
Duta Baca Soedirman, dipilih dari mahasiswa baru. Ketika itu aku kebetulan
terpilih sebagai ketua, dengan anggotanya 9 orang lain dari fakultas yang
berbeda beda. Kami yang berjumlah 10 orang ini selanjutnya diminta untuk
merekrut anggota yang lain. Setahun memimpin organisasi ini banyak pelajaran
yang aku ambil. Di sini aku baru mengenal karakter dan sifat masing masing
mahasiswa dilihat dari fakultasnya. Karena anggotaku disini banyak berasal dari
biologi, yang berbeda dengan fisip. Di biologi ada praktikum dan tugas membuat
laporan, kadang kadang, untuk kumpul dan rapat, aku harus menyesuaikan dengan
kesibukan mereka. Pola pikir anak fakultas eksak juga aku rasa tidak seperti
pola pikir anak anak fisip atau kampus sosial. Anak eksak lebih taktis dalam
berfikir, dalam berpendapat dan melemparkan gagasan lebih langsung pada
intinya, mungkin juga terpengaruh oleh ilmu yang dipelajari yang sangat
bersifat positivistik yang rasional, logis, dan empiris. Berbeda dengan anak
sosial, yang kadang berfikir lebih rumit, lebih banyak memikirkan kemungkinan
kemungkinan, karena bagi anak sosial kebenaran itu tidak mutlak, kebenaran itu
bisa banyak. Anggotaku juga disini kebanyakan perempuan dengan jilbab yang
cukup tertutup seperti umumnya kita lihat pada anak fakultas belakang. Asumsiku
islam mereka tipe islam konservatif, yang masih memegang tradisi jilbab sebagai
pakaian wajib bagi muslimah, beberapa juga masih menolak untuk berjabat tangan
dengan lawan jenis, mirip dengan di pesantrenku dulu, beberapa dari mereka juga
ikut UKMI atau UKI. Kendala terbesarku di organisasi ini aku banyak
bersebrangan pendapat dengan wakilku sendiri, padahal aku yang mengangkat
wakilku ini. Juga aku masih sering melalaikan tugas organisasi dan lebih
memilih kesibukan pribadi. Di akhir kepengurusan aku baru menyadari bahwa peran
seorang ketua sangat vital, maju mundurnya sebuah organisasi dilihat dari pimpinan
tertingginya.
Rhizome
Selain
di DBS, pada waktu yang bersamaan juga aku ikut UKM Riset dan Kajian Ilmiah
Rhizome Unsoed. Aku masuk UKM ini sebenarnya tidak sengaja, aku pada awalnya
mau masuk UKM jurnalistik karena aku suka menulis, tetapi pas Expo UKM fakultas
aku diajak ngobrol sama senior senior Rhizome ini, akhirnya aku masuk Rhizome
dan tak jadi masuk Solidaritas sebagai UKM jurnalistik. Rhizome ketika itu dipimpin oleh seniorku di
Sosiologi. Di Rhizome aku masuk divisi
kajian ilmiah. Di tahun kedua aku diangkat sebagai Kepala Biro Divisi Kajian
Ilmiah. Banyak orang yang melihat Rhizome sebagai UKM yang serius, seperti
umumnya orang mendengan kata riset dan penelitian, padahal kenyataannya kultur
yang dibangun di Rhizome tidak seperti itu. Dari interaksi sesama anggota dan
pengurus justru jauh dari kata serius, banyak becanda dan saling bullying.
Meskipun begitu, memang kegiatan kegiatannya bernuansa serius seperti
mengadakan sekolah teori sosial, sekolah ekonomi politik, analisis sosial,
sekolah penelitian, riset lapangan, dan lain sebagainya. Aku banyak belajar
cara menulis yang lebih bagus disini, meksipun tulisanku belum bagus bagus
amat, tetapi setidaknya, dibanding
sebelumnya kemampuan menulisku lebih terasah disini. Berkali kali aku disuruh untuk
merevisi setiap kali membuat tulisan. Jujur kendala yang aku rasakan di Rhizome
senior seniornya sangat paternalistik, dalam artian jarang membuka ruang bagi
anggotanya untuk berpendapat atau melemparkan gagasan. Pimpinan benar benar menjaga
dan memperhatikan detail setiap kegiatan dan pendapat yang keluar dari
anggotanya sehingga tidak langsung disetujui, bahkan ditolak jika dirasa tidak
sesuai. Hal tersebut terlihat ketika sebagai kapala divisi banyak dari saran
saranku, entah tentang diskusi, atau tentang saran kegiatan, ditolak atau
dianggap kurang efektif dan substansial oleh pimpinan. Apakah itu salah? Tentu
saja tidak. Itu hak mereka. Aku tau niat mereka untuk menjaga karakteter dan
jiwa Rhizome yang dari awal dibentuk kulturnya memangnya seperti itu dan
berjalan pada garis yang ditentukan. Ada sosok yang selalu memegang kunci di
Rhizome. Rhizome juga UKM yang memiliki GBHO atau Garis Besar Haluan Organisasi
yang disusun untuk lima tahun. Artinya setiap tahun program kerjanya secara
garis besar tak bisa diotak atik.
Front
Mahasiswa Nasional
FMN adalah organisasi ideologis
menurut ku, bahkan sangat ideologis. Terlihat dari para anggotanya yang umumnya
memiliki cara berfikir yang sama dalam melihat sesuatu. Aku memuji organisasi
ini karena militansi mereka. Meskipun begitu, satu hal yang akhirnya aku
memutuskan untuk keluar adalah perbedaan idiologis itu sendiri. Aku kurang sepakat
dengan ideologi mereka. Jika ideologi diartikan sebagai kesatuan gagasan yang
kompherensif yang mempengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu, maka FMN
telihat sangat memiliki ciri ini. Isu yang mereka bawa konsisten. Musuh mereka
tiga, imperalisme, feodalisme, dan kapitalis birokrat. Dalam pendidikan mereka
menyuarakan pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi pada rakyat. Dari
diskusi diskusi yang aku ikuti selama 4 bulan disana, mereka banyak
mengkritisis tentang kebijakan pemerintah yang pro asing. Mereka juga getol
mengadakan aksi aksi jalanan. Berteriak dan menyanyikan yel yel perjuangan.
Mungkin ini asumsiku saja, temen temen di FMN mungkin bisa mendiskusikan ini
lebih lanjut, secara ideologis FMN bercorak marxisme, logika yang dibangun
adalah materialisme dialektika, tapi pandangan pandangan politiknya lebih
condong dengan maoisme, ajarannya mao zedong di china. Tapi anggota anggota
sangat militan dan sangat vokal di kampus. Aku membayangkan jika tidak ada FMN kampus
sepi dari aksi dan perdebatan perdebatan kritis.
Himpunan
Mahasiswa Islam
Aku masuk HMI pasca aku memutuskan
keluar dari FMN tetapi jujur aku baru aktif di tahun kedua, mungkin karena aku
waktu itu lebih aktif di DBS, Rhizome, dan kegiatan lain di kampus seperti
baksos. Sejak SMA aku sudah tau apa itu HMI dan memang berniat masuk HMI ketika
kuliah. Waktu itupun aku tidak tau kalau sebenarnya organisasi ekstra kampus
tidak boleh rangkap karena sikap politiknya akan beda. Aku berniat ikut FMN dan
HMI tetapi jujur aku akui waktu itu aku didesak tidak bisa ikut dua duanya,
sampai akhirnya aku memutuskan ikut HMI saja dengan alasan yang telah aku jelaskan
diatas. Aku mengenal HMI dari pemikiran salah seorang tokohnya dari buku yang
aku baca waktu SMA, yakni Nurcholist Majid atau sering dipanggil Cak Nur. Aku
berasal dari keluarga islam konservatif tapi Cak Nur memperkenalkan islam
modernis dan bercorak liberal. Gagasannya tentang sekularisasi menurutku adalah
satu terobosan baru di indonesia meskipun banyak yang menentang. Bagi kalangan
islam konservatif, Cak Nur di anggap sebagai perusak ajaran islam di indonesia,
bahkan organisasi yang berdiri yang mengusung ide ide cak nur, yakni JIL atau
Jaringan Islam Liberal sebagai organisasi perusak islam dan sesat. Masyarakat
indonesia menurutku mayoritas menganut islam bernuansa konservatif, mazhab
teologis yang dianut yakni asy’ariyyah, mazhab fiqih yang dianut mayoritas
mazhab imam syafii, dan mereka sering menyebut sebagai kelompok aswaja atau
ahlush sunnah wal jamaah. Di luar itu banyak memang variasinya lagi.
Sekarang
untuk orang orangnya, yang membuatku tertarik masuk HMI yakni senior seniornya
yang aku fikir sangat cerdas tetapi mereka tidak kelihatan di kampus pada
rentang tahun 2014 ketika itu. Senior
HMI angkatan 2011 kebawah aku fikir merupakan orang orang terbaik di FISIP.
Sayangnya kecerdasan mereka belum menular pada juniornya sekarang, dan inilah
tugas pengurus HMI yang sekarang, termasuk aku, bagaimana menciptakan lagi
kader kader yang berkualitas, atau menjadikan diri sebagai kader yang berkualitas.
Ideologi yang dibawa HMI, sesuai dengan konstitusinya, ialah ideologi islam. Tetapi
islam yang ditafsirkan secara terbuka, islam yang toleran, insklusif, modernis,
dan rahmatan lil alamin. HMI tidak pernah menjustifikasi sesuatu aliran lain
sebagai sesat, tidak pernah menghakimi orang islam yang berbuat dosa, tidak
pernah memaksa anggotanya atau setiap muslim untuk taat pada ajaran dan
perintah islam. HMI menitik beratkan kewajiban agama individu pada tanggung
jawab masing masing individu dan masalah masalah sosial sebagai tanggung jawab sosial
atau bersama, maka kader kader HMI lebih ditekankan memiliki tanggung jawab
sosial yang tinggi terhadap sesamanya. Meskipun harus aku akui, HMI sekarang,
khususnya HMI FISIP sedang tidak baik baik saja, banyak hal yang harus dibenahi
dan diperbaiki.
BEM
FISIP
Sebenarnya pada awalnya aku tidak
berniat untuk masuk BEM FISIP justru pas tahun awal kuliah aku berniat masuk
BEM Unsoed. Tetapi waktu itu ada seorang kawan yang kebetulan sama sama HMI
yang aku fikir memiliki beberapa kesamaan pemikiran denganku, yang akhirnya
membuatku memutuskan untuk ikut bergabung dengan BEM FISIP dan menjadi Menteri
Sosial Politik. BEM ini pulalah yang sebenarnya membuatku memutuskan untuk tidak
melajutkan keanggotaan di Rhizome. Di BEM sedikit banyak aku melakukan
perbadingan dengan Rhizome, dan kulturnya sangat jauh berbeda. Karakter
pimpinanya pun sangat berbeda, aku melihat di BEM pimpinan jutsru menyerahkan
setiap kegiatan dan program kerja pada masing masing kepala divisi atau menteri,
sangat bertolak belakang di Rhizome. Pimpinan hanya memberi garis besar saja,
selanjutnya tugas menteri untuk menindak lanjuti secara detil. Sehingga,
pimpinan sedikit banyak tidak ikut campur terhadap proker yang dibuat oleh
kementerian secara mendetail. Pimpinan memberikan otonomi penuh pada
kementerian untuk merumuskan kegiatan secara detail. Memang ada positif dan
negatifnya. Positifnya, kementerian bisa bebas berkreasi dengan program kerja
beserta detail yang disusunya, negatifnya, kementerian bingung ketika proker
dan detail kegiatanya sulit untuk dijalani dan terbentur kendala, akhirnya
kementerian merasa pimpinan tidak memiliki arahan. Tetapi bagaimanapun, BEM
FISIP sekarang menurutku memang menghadapi tantangan yang berat, karena
mayoritas mahasiswa FISIP masih skeptis dengan BEM mengingat kepengurusan BEM
sebelumnya yang diterpa banyak masalah, hal tersebut tercermin dari Pemira
FISIP sendiri yang sepi, tetapi bagiku, dan kawan kawan BEM yang lain, BEM,
sebagaimana lazimnya lembaga eksekutif, tetaplah dibutuhkan dan urgen sebagai
organisasi intra kampus yang memperjuangan kepentingan seluruh mahasiswa kampus
FISIP, bukan kepentingan UKM, bukan kepentingan HMJ, bukan kepentingan
organisasi ekstra kampus, bukan pula kepentingan pribadi. BEM memiliki
legitimasi yang lebih kuat dihadapan birokrat maupun pemerintah pada umumnya,
sayang kalau tidak dimanfaatkan untuk tujuan tujuan perjuangan. Sehingga perjuangan
mahasiswa melalui BEM menurutku masih perlu disamping organisasi ekstra kampus,
atau aliansi mahasiswa. Masalah besar
FISIP saat ini tetap sama yakni belum ditemukan formula yang tepat untuk
meramaikan event event internal FISIP yang saat ini cenderung ditinggalkan
mahasiswanya, atau minimal dianggap menjemukan, seperti kegiatan diskusi,
seminar, ospek atau PKK, baksos, sampai dukungan terhadap olahraga, baik yang
diadakan oleh BEM, UKM, HMJ, maupun organisasi ekstra kampus.
Soedirman Melawan
Aku masih
ingat pembentukan aliansi ini diawali oleh undangan dari BEM Unsoed kepada
masing masing BEM fakultas untuk menyikapi kenaikan UKT dan pungutan uang
pangkal untuk mahasiswa baru. Waktu itu, sebagai mensospol aku mewakili BEM
FISIP. Ketika itu, kita sepakat untuk menolak kenaikan UKT dan pungutan uang
pangkal karena dirasa banyak kecacatan dan kejanggalan. Kenaikannya tidak
rasional, tidak ada transparansi, tidak sesuai dengan hukum, dan lain
sebagainya. Disini aku dipercaya sebagai koordinator agitasi dan propaganda
atau agiprop. Sejak kita menentukan untuk aksi tanggal 16 juni, mulailah kita
melakukan berbagai persiapan. Tim riset dan propaganda melakukan tugas
tugasnya. Sampai hari H kita aksi dan di hari kedua bisa berdialog dengan
rektor. Terjadi insiden pecahnya 5 kaca rektorat yang sebelumnya tidak kita
rencanakan. Dan kita bersyukur pada akhirnya tuntutan kita berhasil, UKT tidak
jadi naik dan uang pangkal tidak jadi dipungut.
Sampai
sekarang aliansi ini tetap berlanjut, dengan fokus perhatian pada represifitas
dari birokrat pada mahasiswa mahasiswa pasca aksi kemaren. Juga masih terus berjuang untuk untuk membantu
mahasiswa yang merasa dirugikan oleh birokrasi kampus, seperti membantu temen
temen biologi yang sebelumnya wisudanya terancam tertunda karena kesalahan
birokrat kampus. Kedepannya, aliansi ini memang harus diperjelasan arah gerak
dan perjuangannya, jangan sampai tumpang tindih dengan tugas dari lembaga lain
seperti bem fakultas maupun setiap kementeriannya. Aku rasa masing masing dapat
berjalan sinergis dan tujuan tujuan
bersama dapat dicapai. Di aliansi ini, aku bertemu dengan orang orang yang
sebelumnya tidak ku kenal, juga di aliansi ini aku banyak bekerja sama dengan anak
anak yang ikut FMN karena memang sesuai dengan isu yang di bawa mereka yakni
pendidikan, khususnya UKT. Selain itu ada juga anak organisasi ekstra yang lain,
seperti HMI, KAMMI, IMM, dan LMND. Meskipun didalamnya kita tidak pernah
membedakan dan tidak pernah membicarakan platform masing masing dan kita akan
tetap menjadikan aliansi ini sebagai aliansi independen yang tidak terikat
dengan orgnasisasi manapun. Banyak juga yang tidak ikut organisasi ekstra
tetapi juga sangat aktif di aliansi. Di aliansi ini juga aku melihat di kampus
belakang atau eksak kondisinya sangat memprihatinkan, terutama dari kondisi
mahasiswanya yang aku bilang kurang kritis terhadap birokrat karena wajar
tuntutan tugas kuliah yang menumpuk. Di
sana dosen masih sewenang wenang terhadap mahasiswa, banyak dosen yang masih
menakut nakuti mahasiswa untuk diberi nilai jelek jika kritis atau protes
terhadap kebijakan kampus, padahl hal ini menurutku bagian dari kriminalisasi
nilai. Nilai itu ditentukan oleh kemampuan mahasiswa dalam mengisi kertas
kertas ujian, tidak ada sangkut pautnya dengan sikap mahasiswa yang kritis
terhadap kampus. Justru kekritisan terhadap kampus adalah satu nilai lebih
artinya si mahasiswa mau belajar langsung dalam kehidupan nyata dan menganalisis
permasalahn kongkrit tidak hanya permasalahan yang berkenaan dengan
akademiknya.
Mungkin
itu saja yang bisa aku ceritakan dan amati, di luar itu masih banyak sebenarnya
hal hal yang perlu untuk dipelajari dan ditelusuri lebih lanjut, sehingga pendapatku
diatas memang masih sangat terbuka untuk dikoreksi lagi. Mungkin dikemudian
hari, aku dapat memperbaikinya seiring dengan pengalaman dan pelajaran lain yang
akan aku petik. Tetapi diluar itu aku berharap, hari hariku di kampus, juga
hari hari kawan kawan lain yang masih sadar bahwa organisasi itu penting, dapat
menjadi hari hari yang berkesan sebagai waktu pembentukan karakter dan jatidiri
yang sesungguhnya, sehingga kita akan siap dalam menghadapi kehidupan pasca
kita lulus. Karena tidak lengkap rasanya sebagai mahasiswa kita hanya membawa
bekal ijazah seberapa baguspun IPK nya, tanpa bekal pengalaman yang cukup untuk
bertarung dalam kerasnya kehidupan. Oh iya satu lagi, ditengah kesibukan
organisasi yang aku jalani, aku tetap komitmen untuk menjaga IPK ku,
alhamdulillah, IPK ku masih cumlaude, bukan sombong tapi hanya untuk motivasi
saja, bahwa organisasi itu tidak berpengaruh terhadap IPK, kawan kawanku yang
aktif itu IPK nya bagus bagus juga.
Totalitas!
Orang
sukses adalah orang yang selalu total dalam menjalani sesuatu. Orang sukses
menjadikan totalitas sebagai prinsip utamanya. Tak jarang, banyak yang harus
dikorbankan, dari mulai waktu, tenaga, fikiran, ego dan uang harus dikorbankan
untuk total dalam mengikuti dan mengejar sesuatu, tak jarang, seorang yang
totalitas, harus rela keluar malam hanya untuk menghadiri rapat padahal waktu
itu dia sedang santai santainya di kosan atau sedang nongkrong asik dengan
teman temannnya, tak jarang pula seorang yang totalitas harus menghadiri sebuah
diskusi sedangkan pada waktu bersamaan pacarnya mengajak jalan dan marah marah,
tak jarang pula seorang yang totalitas harus bertarung dengan egonya sendiri
ketika dihadapkan pada perbedaan pendapat dengan kawan organisasinya tetapi
mengalah demi keutuhan organisasi, juga seorang yang totalitas harus ekstra
kerja keras ketika disamping rapat dan menyiapkan kegiatan juga dihadapkan pada
tugas kuliah yang menumpuk, ia juga harus rela melewatkan waktu liburnya untuk
sebuah rapat dan kegiatan organisasinya urgen. Tetapi percayalah suatu saat
nanti, semua itu akan terbayar lunas saat kita berhasil besok, sedangkan yang
tidak totalitas, hanya akan mendapat setengah setengah, dan mungkin akan menyesal
karena masa lalunya tidak dimanfaatkan maksimal!
Terakhir,
bravo organisasi mahasiswa!
Lutfi Ramdani (Amir)
Mahasiswa Sosiologi Universitas
Jenderal Soedirman
Komentar
Posting Komentar