Rapat Umum Aggota Front Mahasiswa Nasional
Jumat, 31 Oktober 2014 Front Mahasiswa Nasional ranting
Unsoed mengadakan Rapat Umum Anggota atau disingkat RUA yang bertempat di Desa
Darmakradenan Kec. Ajibarang Kab. Banyumas tepatnya di sekretarias STAN AMPERA.
Sebuah tempat yang cukup jauh dari kampus Unsoed. Dipilihnya Darmakradenan
sebagai tempat dilaksanakannya RUA oleh panitia disebabkan hubungan baik antara
FMN dengan Serikat Tani Amanat Penderitaan Rakyat atau STAN AMPERA yang telah
berlangsung lama. Sehingga acara ini diharapkan akan semakin mempererat
hubungan antara FMN dengan para petani yang tergabung dalam STAN AMPERA.
RUA adalah musyawarah atau rapat tertinggi tingkat
ranting. Didalamnya dibahas evaluasi kepengurusan FMN periode sebelumnya,
membuat kembali program kerja, dan mengganti kepengurusan lama dengan
kepengurusan yang baru. Dalam laporannya, Ketua FMN ranting Unsoed menuturkan
bahwa jumlah keseluruhan anggota FMN ranting unsoed adalaha 119 orang, namun
ketika itu anggota yang hadir berjumlah 40 orang, sementara itu aturan forum
RUA mengharuskan kehadiran anggota sebanyak 50 % plus 1 supaya dapat disahkan
oleh Pimpinan Cabang sebagai kepengurusan Pimpinan Ranting. Sehingga kemarin para anggota dan panitia
sibuk mengkonsolidasi kawan kawan anggota yang belum hadir untuk menghdiri RUA
agar anggota RUA mencapai kuota 50 % plus 1 atau 60 orang.
Darmakradenan adalah daerah konflik antara para petani
dengan militer atau kodam. Ada semacam “perebutan tanah” antara para petani
daerah tersebut yang telah hidup bertahun tahun dengan militer atau kodam yang
menyewakan tanahnya pada PT RSA. Tanah tersebut seluas 219 hektar yang
merupakan tanah yang dahulu milik pemerintah belanda. Setelah Indonesia
merdeka, tanah itu dikuasai militer atau kodam. Dan sekarang disewakan sebagai
perkebunan pada PT RSA. Sementara itu petani petani di daerah itu tidak
diberikan tanah dan hanya sebagai buruh tani.
FMN sebagai organisasi massa mahasiswa mempunyai
kepedulian besar tehadap nasib para petani sehingga seringkali FMN membantu
para petani di darmakradenan tersebut untuk memperoleh hak haknya khususnya
tanah dan revolusi agraria atau bertani dan bercocok tanam dengan cara yang lebih
modern, bantuan yang diberikan berupa dukungan moril maupun materil. Hal tersebut
mengakibatkan FMN seringkali terlibat konflik dengan militer atau kodam yang
menguasai lahan 219 hektar tersebut.
Tak
terkecuali ketika mengadakan RUA di secretariat STAN AMPERA, Disana FMN
mendapat intimidasi dan akhirnya harus meninggalkan lokasi sebelum RUA selesai,
ceritanya begini. RUA FMN dijadwalkan berlanngsung Jumat jam 15. 00 sampai
minggu jam 15.00 juga. Jum’at jam 19.00 kawan kawan FMN sudah hadir dan
berkumpul di lokasi. Jam 20.00 RUA dibuka. Pembukaan dihadiri pula oleh ketua
STAN AMPERA. Desas desus akan adanya gangguan mulai terdengar. Pada malam
harinya ada beberapa preman atau yang disebut dengan lumpen berkeliaran di
sekitar sekre bahkan ada yang membawa dan menawarkan miras pada kawan kawan
anggota yang belum tidur. Namun kawan kawan tidak menanggapinya dan tidak
menyentuh miras tersebut sama sekali.
Esok
harinya seperti biasa rapat dimulai, seluruh anggota mengikuti rapat. Pada
pukul 13.00 beberapa pimpinan FMN dari ranting maupun cabang menghadiri
pertemuan dibalai desa. Disana telah ada tokoh masyarakat, perangkat desa,
intel polisi, dan perwakilan PT RSA. Pertemuan tersebut berlangsung panas. Ada
beberapa orang yang masyarakat setempat yang bisa dibilang sebenarnya oknum memprovokasi
dan mengatakan yang tidak tidak tentang FMN. Kemudian peizinan FMN mengadakan
acara di desa itu juga dipemasalahkan. Desas desus mengatakan bahwa provokator
yang menyebakan isu miring tentang kegiatan FMN disana adalah istri mandor PT
RSA dibantu oleh lumpen lumpen atau preman bayaran. Dikatakan bahwa FMN disitu
memprovokasi petani, mabuk mabukan, berbuat tidak sopan, dan perizinan pun
bermasalah. Suasana dibalai desapun terlihat memanas, akibatnya hal tersebut
dijadikan aparat desa sebagai “pembenaran” pengusiran kawan kawan FMN. Intel
kepolisian yang hadir menyarankan agar FMN meninggalkan desa untuk mencegah hal
hal yang tidak diinginkan. Akhirnya beberapa pimpinan FMN pun memutuskan untuk
meninggalkan lokasi. Akhirnya RUA di darmakradenan pun tidak dapat dilanjutkan.
Rombongan
kawan kawan anggota pun sekitar 25 motor meninggalkan darmakradenan dan menuju
lokasi RUA yang dipilih yakni di Desa Tambaksoga, sebuah tempat yang relative
dekat dengan kampus Unsoed. RUA dapat dijalankan kembali. kepengurusan baru
dibentuk dengan terpilihkan Marsha Azka sebagai Pimpinan Baru Ranting Unsoed
dan Vicki sebagai Sekretaris jenderal atau sekjen.
Kejadian
di darmakradenan itu menjadi satu pengalaman dan pembelajara yang nyata khususnya
kepada kawan kawan anggota FMN. Bagaimana militer, kepolisisan, dan aparat pemerintahan
yang seharusnya membela kepentingan rakyat malah justru seolah memusuhi rakyat.
Para petani STAN AMPERA di darmakradenan pun mengaku sering mendapat intimidasi
dari militer mapun kodam tentang aktivitas mereka. FMN menganggap hal ini
merupakan wujud dari sistem feodal yang masih terjadi di negeri ini.
Komentar
Posting Komentar